Indonesia Negara Hukum


Indonesia Negara Hukum
Landasan
Menurut Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 perubahan ketiga, negara Indonesia adalah negarahukum. Dengan dimasukkannya pasal ini ke dalam bagian pasal UUD 1945 menunjukkansemakin kuatnya dasar hukum serta menjadi amanat negara, bahwa negara Indonesia adalah danharus merupakan negara hukum.Landasan negara hukum Indonesia dapat kita temukan dalam bagian penjelasan UmumUUD 1945 tentang sistem pemerintahan negara, yaitu sebagai berikut:1.

Indonesia adalah negara yang berdasar atas negara hukum (
 Rechtsstaat 
- Negara Indonesia berdasar atas hukum (Rechtsstaat) 
- tidak berdasar atas kekuasaan belaka (Machtsstaat) 

Sistem Konstitusional. Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).Dalam pemakaian istilah
 Rechtsstaat 
 yang kemungkinan dipengaruhi oleh konsep hukumBelanda yang termasuk dalam wilayah Eropa Kontinental. Konsepsi negara hukum Indonesiadapat kita masukan dalam konsep negara hukum materiil atau negara hukum dalam arti luas. Halini dapat kita ketahui dari perumusan mengenai tujuan bernegara sebagai mana yang tercantumdalam pembukaan UUD 1945 Alenia IV. Dasar lain yang menjadi dasar bahwa Indonesia adalahnegara hukum dalam arti materiil terdapat dalam pasal-pasal UUD 1945, sebagai berikut.1.

Pada Bab XIV tentang Perekonomian Negara dan Kesejahteraan Sosial pasal 33 dan 34UUD 1945, yang menegaskan bahwa negara turut aktif dan bertanggung jawab atas perekonomian negara dan kesejahteraan rakyat.2.

Pada bagian Penjelasan Umum tentang Pokok-pokok Pikiran dalam Pembukaan jugadinyatakan perlunya turut serta dalam kesejahteraan rakyat.Dengan demikian jelas bahwa secara konstitusional, negara Indonesia adalah negarahukum yang dinamis (negara hukum materiil) atau negara kesejahteraan (
welfare state
). Dalamnegara hukum yang dinamis dan luas ini para penyelenggara dituntut untuk berperan luas demikepentingan dan kesejahteraan rakyat.

Oprasionalisasi dari konsep negara hukum di Indonesia dituangkan dalam konstitusinegara, yaitu UUD 1945. UUD 1945 merupakan hukum dasar negar yang menempati posisisebagai hukum negara tertinggi dalam tertib hukum (
legal order 
) Indonesia. Di bawah UUD1945 terdapat berbagai aturan hukum/peraturan perundang-undangan yang bersumber dan berdasarkan pada UUD 1945.
 Legal order 
 yang merupakan satu kesatuan sistem hukum yang tersusun secara tertib diIndonesia dituangkan dalam ketetapan MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan TataUrutan Peraturan Perundang-undangan.Sumber hukum terdiri atas sumber hukum tertulis dan tidak tertulis. Sumber hukum dasarnasional adalah Pancasila sebagaimana yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945, yaituKetuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, danKerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, sertadengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia, dan Batang tubuhUUD 1945. Adapun tata urutan perundangan adalah sebagai berikut.1.

Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) dan tidak berdasaratas kekuasaan belaka (maachtstaat). 2.

Sistem konstitusionil. 3.

Kekuasaan tertinggi ada di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). 4.

Presiden adalah penyelenggara pemerintahan negara tertinggi di bawah MPR. 5.

Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR. 6.

Menteri Negara adalah pembantu Presiden dan tidak bertanggung jawab kepada DPR. 7.

Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas. Dengan demikian jelas bahwa secara konstitusional, negara Indonesia adalah negarahukum yang dinamis (negara hukum materiil) atau negara kesejahteraan (
welfare state
). Dalamnegara hukum yang dinamis dan luas ini para penyelenggara dituntut untuk berperan luas demikepentingan dan kesejahteraan rakyat. Negara Hukum Indonesia menurut UUD 1945 mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut.

1. Norma hukumya bersumber pada Pancasila sebagai hukum dasar nasional dan adanyahierarki jenjang norma hulum (Stufenbouwtheorie-nya Hans Kelsen).2.

Sistemnya, yaitu sistem konstitusi.UUD 1945 sebagai naskah keseluruhan terdiri dari Pembukaan, Batang tubuh danPenjelasan sebagai hukum dasar negara. UUD 1945 hanya memuat aturan-aturan pokoknya saja,sedangkan peraturan lebih lanjut dibuat oleh organ negara, sesuia dengan dinamika pembangunan dan perkembangan serta kebutuhan masyarakat. UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan di bawahnya membentuk kesatuan sistem hukum.

Realita Penegakan Hukum di Negara Hukum
Indonesia adalah Negara hukum (rechtstaat) bukan Negara yang didasarkan kekuasaan(mactstaat). Namun fakta menunjukan, Indonesia sampai sekarang belum juga sampai ke tahapcita-cita negara hukum. Berbagai potret terkait rendahnya kualitas dan profesionalitas aparat penegak hukum, fenomena ketidakadilan sebagai hasil proses litigasi di dunia peradilan, praktikmafia hukum dan jual beli perkara yang nempaknya tak pernah mengenal kata jemu, terus-menerus terjadi dan menjadi objek pemberitaan yang intens di sejumlah media massa. Potret buram penegakan hukum tersebut nampaknya telah menginjeksikan sikap apriori dan pesimismedalam diri publik akan tegaknya hukum di negeri ini..Upaya penegakan hukum di Republik ini semakin terlihat bobrok. Langkah jalan ditempat atau bahkan mundur dalam menegakkan keadilan hukum terus saja mewarnai Indonesiasebagai negara hukum. Sebagai konsekuensi logisnya, realitas ketidakberdayaan hukum tersebut,kini telah menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat kepada para penegak hukum. Tidak adaungkapan yang tepat untuk menggambarkan kondisi penegakan hukum yang terjadi akhir-akhir
ini, kecuali “sekarat penegakan hukum”.
 Tertangkapnya Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar, melalui OperasiTangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh Satgas dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (2/10/2013) malam atas dugaan suap pengaturan putusan MK untuk sengketa hasil pemilihan kepala daerah Gunung Mas Kalimantan Tengah dan Lebak Banten menambah daftar panjang kehancuran hukum di negeri ini. Mahkamah Konstitusi yang diharapkan mampumenjadi
“pendekar hukum” dan penegak keadilan terakhir di Republik ini kini telah hancur leburdisambar „petir‟ korupsi.
 Kita tentu belum lupa dengan hasil survei dua lembaga, yaitu Lingkaran Survei Indonesia(LSI) dan Indonesia Network Election Survey (INES) beberapa waktu lalu, yang menurunkanlaporannya perihal persepsi atau pandangan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia.LSI menegaskan 46,7% responden tidak percaya hakim bertindak adil dalam penegakan hukum,sedangkan hasil INES lebih mengagetkan. Sebanyak 72,3% masyarakat tidak puas terhadap penegakan hukum yang dilakukan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono.

Menurut INES, ini dikarenakan penegakan hukum di rezim berkuasa saat ini lebih banyakdiintervensi kepentingan pribadi dan kelompok.Hal ini sangat wajar karena masalah pemberantasan korupsi dan penegakan hukumlainnya masih menjadi persoalan utama yang disoroti publik. Pola atau cara penyikapan publiknampaknya tidak bergeser jauh dari apa yang berkembang setelah terbentuknya penyelenggaranegara di bawah kepemimpinan SBY untuk kedua kalinya. Penegakan hukum, terutama bagi para koruptor, masih jauh dari keberhasilan.Kasus-kasus besar yang masih menggantung atau barangkali sengaja digantung (misalnyakasus BLBI, Bank Century, Silmulator SIM, rekening gendut pejabat negara dan sebagainya),adalah deretan kasus hukum yang meningkatkan sinisme publik terhadap penegakan hukum dinegeri ini.Kemandulan hukum dan ketidakberanian institusi penegak hukum dalam menyeret paraaktor utama pelanggar hukum tersebut berpotensi besar menjadi pemicu keputusasaan publikterhadap hukum. Rakyat sudah menyaksikkan secara kasat mata keperkasaan hukum yang tidak
 berdaya menghadapi “mastodon
-
mastodon hukum” di negara hukum ini.
 Tak bisa dipungkiri bahwa model penanganan kasus-kasus besar yang setengah hati dantak tuntas berujung pada ketidakpercayaan publik terhadap penyelenggara negara. Sikap apriori publik bisa jadi bermuara pada perasaan tidak memiliki pemimpin kuat yang bisa diandalkanmenangani kejahatan-kejahatan besar tersebut. Rakyat mungkin saja mengganggap, penyelesaiantindak pidana tidak perlu membutuhkan hukum formal, melainkan hukum rimba.Padahal, kepercayaan publik merupakan modal utama dan penting bagi kelancaran dankeberlanjutan roda pemerintahan. Kalau orang-orang yang duduk di pemerintahan sudahkehilangan kepercayaan dari rakyat, mereka akan kehilangan optimisme dalam menjalankan roda pemerintahan itu sendiri. Akhirnya, pemerintahn yang baik (good government) sangat sulitterwujud. Di sinilah pemerintah sebagai wakil negara dituntut secara bergegas mengembalikankepercayaan masyarakat.Proses penegakan hukum semata-mata bukan persoalan penafsiran norma-norma yangeksklusif dan steril dari dinamikan sosial politik yang berkembang. Pemikiran yang menekankan pada eksistensi hukum yang semata-mata dibentuk dan diterapkan secara objektif dan netral telahlama disangsikan kebenarannya. Kenyataan yang sesungguhnya adalah bahwa proses pembentukan dan penerapan hukum dipengaruhi atau diintervensi oleh berbagai kepentingan.

Dalam konteks penegakan hukum yang demikian, mantan Ketua Mahkamah Agung RepublikIndonesia Professor Bagir Mannan telah mengidentifikasi beberapa komponen yangmempengaruhi proses penegakan hukum. Komponen tersebut meliputi: keadaan hukum itusendiri, seting sosial dimana hukum tersebut berlaku serta perilaku penegak hukum.Penegakan hukum yang melibatkan berbagai komponen tersebut akan dapat dilakukansecara efektif apabila dilaksanakan secara terpadu, partisipatoris dan sistemik. Selama ini realitas penegakan hukum di Indonesia yang cenderung lemah dan bersifat individualistik. Mantan KetuaMahkamah Konstitusi Professor Jimly menilai bahwa penegakan Hukum di Indonesia masih bersifat Parsial-Individualistik. Penegakan hukum belum melembaga menjadi sebuah systemyang rasional, objektif dan impersonal, melainkan masih sangat dipengaruhi oleh irrasionalitas persepsi dan pola perilaku subjektif para individu subjek hukum yang terlibat di dalamnya.Sehingga lembaga kepolisian, kejaksaan dan pengadilan serta institusi advokat juga masihtergantung pada orang, belum tergantung pada system yang seharusnya dijadikan pattern of behavior, padahal ide negara hukum modern justru mengandalkan pentingnya system yang harusdibangun dan dilembagakan secara impersonal (institutionalized). Jalannya negara modernditentukan oleh hukum sebagai system aturan bernegara dan berpemerintahan, bukan tergantung pada personalitas.Selain kelemahan model penegakan hukum yang individualistik tersebut, intervensiKekuasaan dan kepentingan kerap menjadi faktor yang secara signifikan mempengaruhi proses penegakan hukum. Dalam konteks penegakan hukum di Indonesia, intervensi kekuasaanterhadap proses penegakan hukum dan peradilan telah terjadi sejak era Demokrasi Terpimpin di bawah Presiden Soekarno sampai era Pemerintahan Orde Baru di bawah Rezim Soeharto.Kekuasaan pemerintahan otoriter senantiasa berupaya secara sistematis dan dengan berbagai caramempengaruhi kekuasaan kehakiman baik melalui pengaturan perundang-undangan maupunintervensi langsung kekuasaan eksekutif terhadap proses peradilan.Selain intervensi kekuasaan, hukum dan penegakannya juga bisa terdistorsi oleh berbagaikepentingan yang bertarung di kalangan masyarakat. Para aktor dalam masyarakat berkompetisiuntuk memaksakan kepentingan dan kehendak agar diakomodasi dan dilindungi oleh hukum.Misalnya, kompetisi antara kelompok pengusaha dengan kelompok buruh dalam mempengaruhikandungan UU Ketanagakerjaan. Kekuatan politik dan ekonomi suatu kelompok tertentumemiliki pengaruh yang besar dalam mempengaruhi proses penegakan hukum. Contohnya adalah putusan pengadilan kasus Tommy Soeharto. Pada kasus ini, sebagai orang yangmenyuruh melakukan pembunuhan, Tommy dikenakan hukuman yang lebih ringandibandingkan dengan dua orang yang disuruhnya untuk membunuh salah seorang hakim agung,Syafrudin Kartasasmitah. Begitu kentalnya kandungan kepentingan kelompok tertentu padahukum, hingga akhirnya hukum dikatakan sebagai termpat persembunyian kepentingankelompok dan ekonomi.Penegakan hukum juga dipengaruhi oleh perilaku penegak hukum. Pelaku penegakanhukum dapat dijumpai dalam proses peradilan dan non peradilan. Pelaku penegakan hukumdalam perkara pidana adalah penyidik, penuntut umum dan hakim. Dalam perkara perdata, pelaku penegak hukum adalah hakim dengan pihak-pihak yang berperkara. Dalam perkaraadministrasi Negara, pelakunya adalah hakim, penggugat dan pejabat administrasi Negara. Dari berbagai macam perkara tersebut, dapat pula dimasukan sebagai pelaku adalah para penasihathukum (advokat). Penegakan hukum didapati juga pada badan administrasi Negara, sepertiwewenang melakukan tindakan administrasi terhadap pegawai , pencabutan izin dan lain-lain. Disini termasuk juga pejabat bea cukai, keimigrasian, lembaga pemasyarakatan sebagai penegakhukum dalam lingkungan administrasi Negara.Melihat kompleksitas problem penegakan hukum tersebut, maka penegakan hukum padaakhirnya membutuhkan keinsyafan dan partisipasi dari semua pihak. Hakim, jaksa dan aparatkepolisian misalnya, adalah yang secara konstitusional diberi wewenang untuk menahkodai proses penegakan hukum, tetapi harus segera disadari bahwa semata-mata menyerahkan proses penegakan hukum pada niat baik mereka saja tidak lah cukup, melainkan dibutuhkan keterlibatandari banyak kalangan demi berjalannya proses penegakan hukum yang integrated-systemik yang berorientasi pada terwujudnya cita negara hukum yang demokratis dan berkeadilan.

Previous
Next Post »

2 komentar

Write komentar
Unknown
AUTHOR
Selasa, 07 April, 2015 delete

iya negara hukum namun apa benar gitu gan ?

Reply
avatar